Cyber

Cyber
Cyber

Senin, 30 Juni 2014

Pura Peninggalan Dang Hyang Niratha

 My Blog -  Dang Hyang Niratha atau yang terkenal di Bali Pedanda Sakti Wawu Rauh banyak meninggalkan peninggalan pura saat datang ke Bali, berikut contohnya :


PURA RAMBUT SIWI
Setelah Dang Hyang Dwijendra menjabat Pandita Kerajaan di Gelgel dan sudah memberikan diksa kepada Dalem Waturenggong, beberapa tahun kemudian beliau berniat untuk melakukan tirthayatra, melihat dari dekat perkembangan ajaran kerohanian di desa-desa. Untuk melaksanakan niat Beliau tersebut, beliau minta izin kepada Dalem Waturenggong agar beliau berkekan memberikan persetujuannya. Karena tujuannya sangat baik, Dalem tidak berkeberatan dan mengizinkan sang Mpu untuk melaksanakan perjalanan bertirthayatra itu.

Konon berangkatlah beliau menuju arah barat, mula-mula sampai di daerah Jembrana. Kebetulan beliau sampai pada sebuah parahyangan yang biasanya pura itu dijaga oleh seorang penjaga pura sekalian sebagai pemilik parahyangan itu. Seperti kebiasaan sang penunggu parahyangan itu, setiap orang yang lewat di tempat itu diharuskan untuk bersembahyang terlebih dahulu sebelum mereka meneruskan perjalanan. Kebetulan hari itu yang tengah lewat adalah Dang Hyang Nirartha. Sang penunggu parahyangan itu menegur sang Mpu agar beliau mengadakan persembahyangan di tempat suci itu.

Dia juga menjelaskan bahwa parahyangan itu sangat angker sekali. Barangsiapa yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di sana, dia tidak mau menjamin keselamatannya. Pasti orang itu akan menemukan celaka. Setelah sang Mpu bertanya, kesusahan apa yang akan dialami orang-orang yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di parahyangan itu, sang penunggu parahyangan itu mengatakan bahwa yang bersangkutan pasti akan dimakan macan. Di daerah sekitar itu banyak macan yang sangat ganas yang merupakan rencangan parahyangan ini.

Dia meminta berkali-kali kepada Mpu Nirartha agar beliau mau bersembahyang terlebih dahulu sebelum beliau melanjutkan perjalanannya agar benar-benar selamat di perjalanannya nanti. Mpu Nirartha menuruti perkataan sang penjaga pura itu, seraya beliau mempersiapkan diri akan bersembahyang. Di situ beliau menyatukan bayu, sabdha, dan idhepnya seraya mengarahkan konsentrasinya berngara sika atau mata ketiga. Tak lama kemudian tiba-tiba saja parahyangan menjadi pecah dan rubuh. Sang pemilik parahyangan itu angat kaget melihat kejadian yang sangat gaib itu, seraya ia minta ampun, agar parahyangan itu bisa dibangun lagi, sehingga ada tempat ia menghaturkan persembahyangan kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa.

Sambil menangis ia mohon ampun kepada sang Mpu agar sudi memaafkan kesalahan-kesalahannya dan mohon agar parahyangannya dapat dibangun kembali. Sang Mpu Nirartha menasihatinya agar tidak membohongi penduduk yang tidak tahu apa itu, dan harus berjajni bakti kepada Sang Hyang Widhi selain kepada leluhur. Maka setelah ia berjanji tidak akan membohongi penduduk lagi, Maka Dang Hyang Nirartha membangun kembali tempat persembahyangan itu.

Selanjutnya beliau memutuskan untuk tinggal lebih lama di sana. Lama kelamaan didengar sang Mpu berada di sana, banyak para penduduk datang, ada yang ingin berguru agama dan tidak sedikit yang datang untuk berobat. Hal itu terjadi karena nama beliau sebelumnya di Gadingwani sudah sangat dikenal betul sebagai ahli pengobatan di samping ahli ilmu agama. Ramailah orang datang ke parahyangan itu. Lama-kelamaan karena beliau memang ingin beranjangsana berkeliling, maka beliau menyatakan akan meninggalkan mereka dan meneruskan perjalanan.

Para penduduk sangat sedih karena kepergian beliau, karena mereka sudah merasa senang beliau berada di sana.mereka memohon dengan sangat agar sang Mpu bersedia tinggal lebih lama di sana. Sang Mpu tetap tidak bisa menuruti permintaan para menduduk itu. Maka untuk mengikat mereka, sang Mpu berkenan memberikan selembar rambut beliau agar ditaruh di tempat parahyangan itu untuk dijadkan penyiwian sebagai pertanda peringatan akan keberadaannya. Kemudian dari tempat itu disebut Parahyangan Rambut Siwi atau Pura Rambut Siwi. Selanjutnya beliau menetapkan hari baik untuk pujawali Parahyangan Rambut Siwi tersebut.Piodalannya jatuh pada RABU UMANIS PRANGBAKAT.

Pada hari itu disuruh menyelenggarakan pujawali untuk memohon berkah. Matahari ketika itu telah pudar cahayanya, kian merendah hendak menyembunyikan wajahnya di tepi langit barat, karena itu sang pendeta berniat akan bermalam di Pura Rambut Siwi. Orang-orang makin banyak menghadap sang pendeta, yang berniat memohon nasihat soal agama, ada pula yang mohon obat. Semalam-malaman itu sang pendeta menasihatkan ajaran agama kepada penduduk, terutama berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi dan Bhatara-Bhatari leluhurnya, agar sejahtera hidupnya di dunia. Dan diperingatkan juga pelaksanaan puja wali di Pura Rambut Siwi agar masyarakat menjadi selamat dan tentram.


PURA PAKENDUNGAN (PURA TANAH LOT)
Diceritakan besok paginya ketika sang surya mulai memancarkan cahayanya ke seluruh permukaan bumi, Mpu Dang Hyang melakukan sembahyang Surya Sewana disertai oleh orang-orang yang ada di sana. Setelah memercikkan air tirtha kepada orang-orang yang ikut sembahyang, maka Mpu Dang Hyang berangkat dari dalam pura Rambut Siwi ke arah timur menyusuri tepi pantai, diiringi oleh beberapa orang yang tertaut cinta baktinya kepada sang pendeta.

Mpu Dang Hyang selalu memperhatikan keindahan alam yang dilaluinya dan dilihatnya. Dalam keindahan pemandangan itu selalu terbayang kebesaran Tuhan yang menjiwai keindahan itu yang menyebabkan mesra menyerap dan menyulut batin orang menjadi indah dan bahagia. Sang pendeta selalu membawa lembaran lontar dan pengutik pengrupak (pisau raut alat menulis daun lontar) untuk menggoreskan keindahn alam yang dijumpainya. Akhirnya beliau tiba di daerah Tabanan, di sana terhihat olehnya sebuah pulau kecil di tepi pantai yang terjadi dari tanah parangan, indah tampaknya dan suci suasananya. Lalu beliau berhenti di sana.
Kemudian dilihat oleh orang-orang penangkap ikan yang ada di sana, lalu mereka itu datang menghadap sang pendeta masing-masing membawa persembahannya. Pada waktu itu hari sudah sore. Orang-orang nelayan itu menghaturi sang pendeta supaya beristirahat di pondoknya saja, tetapi sang pendeta menolak, beliau lebih suka beristirahat di pulau kecil itu. Malam itu sang pendeta mengajarkan agama kepada orang-orang yang datang dan dinasihatkan supaya membuat parahyangan di tempat itu karena tempat itu dirasa sangat suci, baik untuk tempat memuja Tuhan demi kesejahteraan dan kemakmuran daerah lingkungannya.

Orang-orang yang menghadap berjanji akan membuat parahyangan di sana, dan dinamai Pura Pakendungan atau Pura Tanah Lot, karena terletak di sebuah pulau (karang) di tengah pantai.


PURA ULUWATU DAN PURA BUKIT GONG

Besok paginya setelah melakukan Surya Sewana, maka Mpu Dang Hyang Nirartha berangkat dari Pakendungan ke arah tenggara dengan jalan darat menyusuri pantai. Dari jauh tampak oleh beliau suatu tanjung yang menonjol ke laut bagian wilayah bukit Badung, maka tanjung itulah yang beliau tuju. Perjalanan agak dipercepat di pantai, air laut sedang surut. Setibanya di sana maka diperhatikan oleh beliau bahwa tanjung itu terjadi dari batu karang seluruhnya dan sangat besar. Selanjutnya diperiksa keadaan batu karang itu ke utara, ke barat, ke selatan, dan ke timur serta diperhatikannya pula pemandangan yang ada di sana.

Sungguh-sungguh indah dan bebas lepas ke seluruh dunia. Kemudian terdengar bisikan jiwa beliau bahwa tempat itu baik untuk memuja Sang Hyang Widhi dan terutama tempat “ngeluhur” melepas jiwatmanya kelak ke alam surga. Akhirnya beliau mengambil keputusan membuat kahyangan di tempat itu. Untuk kepentingan itu terpaksa beliau membuat asrama di sebelahnya untuk menetap sementara mengerjakan kahyangan itu. Pekerjaan membuat kahyangan itu mendapat bantuan dari orang-orang yang dekat di sana.

Setelah beberapa hari lamanya maka kahyangan itu selesai diberi nama Pura Uluwatu. Di tempat asrama Mpu Dang Hyang lama-kelamaan didirikan juga sebuah kahyangan oleh orang-orang di sana dinamai Pura Bukit Gong.


PURA BUKIT PAYUNG
Setelah Pura Uluwatu selesai dan dinasihatkan kepada orang-orang di sana untuk menjaganya, maka Dang Hyang Nirartha melanjutkan perjalanan lagi ke arah timur dengan melalui tanah berbukit-bukit. Beliau kemudian tiba di goa Watu, dari sana menuju Bualu. Di sebelah tenggara Bualu ada sebuah tanjung, di sana beliau berhenti. Ketika beliau menancapkan payungnya ke tanah, maka tiba-tiba memancar air dari dalam tanah,sangat suci dan hening.

Air itu dipergunakan menyucikan diri. Oleh orang-orang yang dekat di sana karena gembira hatinya seakan-akan mendapat anugerah air amrta (air kehidupan), maka di tempat itu dibangun sebuah kahyangan dinamai Pura Bukit Payung.


PURA SAKENAN
Setelah menyucikan diri di Pura Bukit Payung, maka Dang Hyang Nirartha berangkat ke arah utara menyusuri pantai. Tidak jauh dari sana dijumpainya dua buah pulau batu yang disebut sebagai Nusa Dua. Di sana beliau berhenti dan mengarang kekawin Anyang Nirartha yang melukiskan segala obnyek keindahan yang dilihat oleh beliau sepanjang perjalanan, digubah dijadikan sajak kekawin yang terikat dengan guru lagu. Setelah selesai mencatat kekawinnya, Dang Hyang Dwijendra melanjutkan perjalanan ke arah utara.

Tidak diceritakan halnya di tengah jalan maka sampailah beliau di Serangan. Pada bagian tepi barat laut Serangan sang pendeta kagum memandang keindahan alam di sana, yaitu keindahan laut yang tenang berpadu dengan keindahan daratan yang mengelilinginya. Sang pendeta tak puas-puasnya memandang keindahan alam yang dianugerahkan Tuhan di sana, dapat mempengaruhi batin menjadi tidak ternoda sedikit pun, sehingga beliau terpaksa berhenti dan menginap beberapa malam di sana.


Terasa oleh beliau bahwa di tempat itu ada sumber
kekuatan gaib yang suci, san baik sebagai tempat sembahyang memuja Tuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan. Sebab itu beliau membangun pula suatu kahyangan di sana diberi nama Cakenan (yang asalnya dari kata cakya yang berarti menyatukan pikiran). Puja wali dilakukan pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon Kuningan, dan keramaiannya pada hari Umanis-nya (sehari sesudahnya).


PURA AIR JERUK
Setelah Pura Sakenan selesai dibangun, Dang Hyang Dwijendra keluar dari dalam pura lalu berangkat ke arah utara menumpang sebuah jukung, lalu mendarat di Renon. Selama beliau berdiam di sana ada suatu kejadian, yaitu ketika tongkat beliau dipancangkan, tidak berapa lama lalu keluar tunas dan hidup menjadi pohon sukun. Setelah beberapa hari ada di sana, beliau meneruskan perjalanan ke arah timur, tiba beliau di Udyana Mimbha (Taman Intaran). Dari sana sang pendeta meneruskan perjalanan ke arah timur laut, menyusuri pantai laut kemudian tiba di pantai selatan wilayah Bumi Timbul (Sukawati). Dari sana beliau masuk darat arah utara lalu tiba di sawah Subak Laba. Di sana sang pendeta berhenti dan menginap, dijamu oleh orang-orang subak dengan buah jeruk yang sedap rasa airnya.

Di asrama tempat menginap Mpu Dang Hyang setiap malam penuh orang-orang subak menghadap mohon nasihat ajaran agama terutama dari hal bercocok tanam padi dan palawija lainnya menurut musim dan hari wewaran. Sejak sang pendeta ada di sana segala tanam-tanaman dan binatang ternak berhasil baik. Sebab itu setelah Mpu Dang Hyang pergi daroi sana, maka oleh orang-orang subak dibuatkan satu pura di bekas tempat asrama sang pendeta (yang dikenal dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rawuh) diberi nama Pura Air Jeruk, tempat sembahyang mohon keselamatan tanam-tanaman dan binatang ternak. Dan di sana ditanam satu pohon lontar sebagai peringatan ajaran agama yang diwejangkan oleh sang pendeta.


PURA TUGU

Diceritakan Dang Hyang Dwijendra berangkat dari Subak Laba ke timur pula menyusuri pantai laut. Setelah tiba di Rangkung lalu berbelok ke utara. Sesudahnya di hulu desa Tegal Tugu, sang pendeta lalu berhenti di luar suatu kahyangan. Kemudian keluar seorang pemangku dari dalam pura setelah menyapu melakukan pembersihan, datang kepada sang pendeta yang tengah berhenti di luar pura. Setelah bertemu, sang pemangku berkata dan menyuruh sang pendeta menyembah ke dalam pura. Dang Hyang tidak membantah, dan menuruti permintaan sang pemangku itu.

Beliau lalu masuk ke dalam pura. Sang pendeta duduk bersila di halaman pura berhadapan dengan bangunan-bangunan pelinggih, lalu melakukan yoga mengheningkan cipta menghubungkan jiwatmanya dengan Tuhan. Tiba-tiba rusak bangunan pelinggih itu semua. Sang pemangku bukan main terkejutnya dan terharu hatinya melihat keadaan itu, lalu menangis memohon ampun kepada Mpu Dang Hyang disertai permohonan agar sang pendeta berkenan pura itu kembali seperti sedia kala.

Dang Hyang Dwijendra meluluskan permohonan pemangku itu, lalu dengan yoga bangunan pura itu kembali seperti semula. Kemudian sang pendeta berkata, “Sri mangku, ini kancing gelung saya, saya berikan kepada mangku. Tempatkanlah di pura ini, dan sesudahnya kahyangan ini diberi nama pura Tugu,” Sangat gembira pemangku itu menerimanya dan berjanji akan melakukan segala nasihatnya.


GENTA SAMPRANGAN

Setelah selesai persoalan di pura Tugu maka Dang Hyang Nirartha meneruskan perjalanan ke arah timur sampai di Samprangan lalu berhenti. Ketika beliau duduk-duduk beristirahat, tiba-tiba terdengar oleh beliau suara genta yang dibunyikan memenuhi angkasa, sangat merdu dan indah didengar oleh sang pendeta, sehingga lama beliau termenung mengira-ngirakan darimana asal suara genta tersebut. Tidak lama setelah itu datanglah dari arah timur seorang pengalu (pedagang) menuntun seekor kuda yang berkalung gentorag (genta) yang suaranya sangat indah didengar oleh sang pendeta, lalu dipanggillah pengalu itu.

Setelah ia mendekat, maka berkatalan Dang Hyang, “Bolehkah saya meminta gentorag kalung kuda saudara, untuk saya pergunakan dalam memuja, karena saya tertarik denga suaranya yang indah.” Orang pengalu itu demi mendengar kata sang pendeta demikian, dengan cepat membuka kalung kudanya, dan dengan khidmad serta tulus ikhlas menghaturkannya kepada sang pendeta. Ketika sang pendeta menerima genta itu dari tangan sang pengalu, beliau dengan gembira berkata, “semoga engkau selalu dalam perlindungan Sang Hyang Widhi.” Lalu genta itu bernama Genta Samprangan, karena didapat di Samprangan.


PURA TENGKULAK

Berangkat pula sang pendeta dari Samprangan ke timur sampai di desa Syut Tulikup. Di pinggir kali beliau berhenti duduk-duduk. Kemudian datang beberapa orang turut duduk menghadap sang pendeta, dengan hormat menyapa sang pendeta dan menanyakan dari mana datang ke mana tujuannya. Setelah sang pendeta menerangkan halnya berkelana menjelajah pulau Bali, maka mereka menyuruh salah seorang di antaranya memanjat pohon kelapa dan memetik buahnya yang muda (kuud) untuk dihaturkan kepada sang pendeta.

Yang disuruh segera memanjat pohon kelapa memetik sebuah kuud, dan sesudah kelungah itu dikasturi (dipotong bagian tampuknya), lalu dihaturkan kepada sang pendeta untuk diminum. Sang pendeta menerima kuud itu dengan ucapan terima kasih. Sebagai biasa apabila pendeta akan minum atau bersantap sesuatu apapun, selalu didahului dengan ucapan-ucapan Weda mantram yang mengandung ucapan syukur kepada Tuhan. Setelah selesai sang pendeta meminum airnya, maka kuud itu dipecah dua untuk disantap isinya.

Sang pendeta menyantap isi kuud itu perlahan-lahan sambil bercakap-cakap dengan orang-orang desa di sana. Orang-orang itu menjelaskan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran mereka kurang memuaskan, karena sering dilanda penyakit dan tanamtanaman mereka kurang berhasil. Sang pendeta menasihatkan apabila terjadi halangan, agar beliau dipanggil secara batin, tentu beliau akan datang secara niskala memberi pertolongan memohonkan kepada Tuhan agar halangan itu dapat dimusnahkan.

Lalu sang pendeta berangkat ke arah selatan dan diiringi oleh orang-orang di sana sampai tepi pantai. Setiap malam, pecahan kuud yang isinya disantap oleh Dang Hyang dilihat oleh orang-orang menyala seperti bulan, sehingga seluruh orang desa dapat melihat pada malamnya kuud itu menyala gemilang bagai bulan, dan dapat dirasakan kalau di sana terdapat kekuatan gaib. Oleh karena itu orang-orang desa sepakat membuat suatu pura di sana untuk memohon kepada Tuhan demi keselamatan dan kemakmuran desa. Pura itu diberi nama Pura Tengkulak.


PURA GOWA LAWAH
Diceritakan dang Hyang Dwijendra terus berjalan ke timur menyusuri pantai laut. Akhirnya beliau sampai di Sowan Cekug. Lalu melewati pantai Gelgel dan beliau terus ke timur melalui pantai Kusamba dan akhirnya sampai pada sebuah gua yang penuh dengan kelelawar. Sang pendeta masuk ke dalam gua dan menemukan banyak kelelawar yang sedang bergelantungan di dalamnya. Suaranya hiruk-pikuk tiada putus-putusnya. Sebab itu gua tersebut disebut Goa Lawah.
Di atas gua ini terdapat aneka macam bunga yang sedang tumbuh dengan suburnya, baunya harum disebarkan oleh angin semilir. Dari sana tampak pula keindahan pulau Nusa Penida. Segala keindahan ini menawan hati sang pendeta sehingga berkenan menetap beberapa lama di sana. Lambat laun dibangunlah sebuah parahyangan di sana yang dinamai Pura Goa Lawah. Setelah beberapa malam sang pendeta menginap di sana, beliau lalu kembali ke Gelgel.

Dalem Waturenggong sangat gembira melihat kedat
angan sang pendeta. Beliau dihadiahkan sebuah rumah dengan 200 orang pelayan. Tiap malam Dalem menghadap gurunya untuk mempelajari ilmu kamoksan (kelepasan/bersatu dengan Sang Hyang Widhi).


PURA PONJOK BATU
Beberapa bulan kemudian, Dang Hyang berniat melihat-lihat daerah Bali Denbukit, yaitu daerah Bali utara. Apabila ada kesempatan akan terus ke Sasak untuk mengetahui agama yang dipeluk di sana. Dalem berkenan akan niat gurunya itu, dengan harapan jangan lama-lama bepergian. Pada suatu hari Mpu Dang Hyang berangkat ke utara dari Gelgel, akhirnya tiba di pantai barat laut dari gunung Agung. Di sana ada sebuah tanjung (ponjok) yang terjadi dari batu bulatan/ batu gunung yang ditutupi lumut menghijau.

Sang pendeta berhenti di sana dan duduk untuk melihat pemandangan laut. Tiba-tiba beliau melihat sebuah perahu dengan layar sobek terdampar di pantai pasir. Awak perahu tersebut pingsan di pantai pasir karena mabuk laut yang hebat. Kemudian, dengan kekuatan gaib, Mpu Dang Hyang menyadarkan mereka lagi. Mereka mengaku berasal dari Lombok. Mpu Dang Hyang menasihati agar mereka menginap dulu di sana beberapa lama, baru kemudian kembali ke Lombok, sekalian Mpu Dang Hyang akan ikut ke sana. Besok paginya mereka berangkat menyusuri selat Lombok yang membiru.

Diceritakan kembali perihal keadaan di Ponjok Batu. Setiap malam tampak oleh orang-orang di sana bahwa batu tempat peristirahatan Dang Hyang Nirartha menyala terus-menerus. Akhirnya di sana didirikan sebuah Pura dengan bangunan sanggar agung (tempat memuja kebesaran Hyang Widhi) dinamai Pura Ponjok Batu.
 

PURA MASCETI DAN PURA PETI TENGET

Diceritakan setelah itu Dang Hyang pergi ke pantai selatan Bali, berjalan menuju desa Rangkung mendekati pelabuhan Masceti. Tiba di sana, beliau merasakan dewa sedang mendekati beliau, maka timbullah semangat untuk melakukan pemujaan di dalam pura Masceti. Ketika beliau mengucapkan Weda Matram, tangan beliau dipegang oleh Betara Masceti. “Tidak patut Dang Hyang menyembah seperti ini, karena sudah suci menunggal kepada Sang Hyang Widhi. Apa sebab Dang Hyang masih di dunia?” tanya Bhatara Masceti. “Saya masih menunggu saat turunnya perintah dari Tuhan,” jawab Dang Hyang.
Pura Peti Tenget
“Kalau begitu,” ujar Bhatara Masceti. “Marilah kita bersamasama bercengkrama di daerah pinggir laut.” Kemudian, karena kesaktian Bhatara Masceti, akhirnya mereka tiba di pulau Serangan bagian barat laut. Seseorang melihat mereka serupa cahaya merah dan kuning, lalu memberanikan diri mendekat. Dilihatnya Mpu Dang Hyang sedang bercakap-cakap dengan Bhatara Masceti, lalu dia berkata. “Mpu Dang Hyang, tinggallah dulu di sini, sebab hamba akan memuja Sesuhunan.” “Baiklah,” jawab Mpu Dang Hyang.

“Buatlah di sini sebuah candi yang akan disungsung oleg jagat dan buat pula sebuah gedong pelinggih Bhatara Masceti, karena beliau iring Bapak sampai ke sini!” Dang Hyang melanjutkan pembicaraannya dengan Bhatara Masceti, tiba-tiba telah sampai mereka di tepi laut Kerobokan. Dari sana Mpu Dang Hyang melihat tanjung Uluwatu sebagai perahu hendak berlayar memuat orang-orang suci menuju surga. “Dang Hyang, maafkan saya. Saya mohon diri di sini,” demikian kata Bhatara Masceti lalu menggaib. Dang Hyang Dwijendra berjalan menuju Uluwatu, pecanangannya diletakkan.


Pura Peti Tenget

Ketika itu beliau melihat ada orang halus bersembunyi di semaksemak karena takut melihat perbawa Dang Hyang
yang suci itu. Makhluk halus itu adalah Buto Ijo. Buto Ijo kemudian diperintahkan oleh Dang Hyang untuk menjaga pecanangannya di sana, dan daerah itu diberi nama Tegal Peti Tenget. Kalau ada yang hendak merusak daerah itu, Buto Ijo ditugaskan untuk melawan. Dang Hyang Nirartha terus menuju Uluwatu.

Setelah tiba di sana, tidak terperikan senang hati beliau, karena tempat itu sunyi dan hening, di sana beliau mengheningkan cipta, menunggu panggilan Tuhan untuk ngeluhur. 87 Pada suatu hari datang kepala desa Kerobokan bersama beberapa orang menghadap Mpu Dang Hyang. Ia bercerita mengenai orang-orang yang sakit dan tidak bisa diobati setelah datang ke tegal (Peti tenget) tersebut. Lalu Dang Hyang memberitahu bahwa pecanangan beliau ada di sana karena beliau tidak memerlukannya lagi, dan dijaga ketat oleh Buto Ijo. Dang Hyang kemudian memerintahkan agar di sana dibangun sebuah kahyangan pelinggih Bhatara Masceti.

Pecanangan milik beliau juga diperintahkan untuk disungsung agar memperoleh kesejahteraan desa. Pada hari pujawali, Buto Ijo harus diberi cecaruan, berupa nasi segehan atanding, ikannya jejeron, babi mentah, segehan agung, lengkap dengan tetabuh tuak arak. Kelihan Kerobokan berpamitan, kemudian di Tegal Peti Tenget kemudian dibangun sebuah pura bernama Pura Peti Tenget.


PURA LUHUR ULUWATU
Pada hari Selasa Kliwon Medangsia, Dang Hyang Dwijendra mendapatkan wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa bahwa beliau pada hari itu dipanggil untuk ngeluhur. Merasa bahagia sekali beliau, karena apa yang dinanti-nantikan telah tiba. Hanya ada sebuah pustaka yang belum dapat diserahkan kepada salah seorang putranya. Tiba-tiba Mpu Dang Hyang melihat seorang bendega (nelayan) bersama Ki Pasek Nambangan sedang mendayung jukung di lautan di bawah, lalu dipanggil oleh beliau. Setelah bendega itu menghadap, lalu Dang Hyang berkata, “Engkau akan kusuruh menyampaikan kepada anakku Mpu Mas di desa Mas, katakan pada beliau bahwa bapak menaruh sebuah pustaka mereka di sini yang berisi ajaran ilmu kesaktian.”

“Singgih, pukulun sang sinuhun,” ujar bendega lalu mohon diri. Setelah Ki Pasek Nambangan pergi, maka Dang Hyang Nirartha mulai melakukan yoga samadhinya. Beberapa saat kemudian beliau moksa ngeluhur, cepat bagai kilat masuk ke angkasa. Ki Pasek Nambangan memperhatikan juga hal itu dari tempat yang agak jauh, namun ia tidak melihat Mpu Dang Hyang, hanya cahaya cemerlang dilihat melesat ke angkasa bagai petir.

Demikianlah akhir riwayat hidup Dang Hyang Nirartha. Kahyangan tempat beliau ngeluhur itu kemudian disebut Pura Luhur, lengkapnya Pura Luhur Uluwatu.

Kamis, 26 Juni 2014

Weda Sumber Ajaran Agama Hindu



 

Print E-mail
Pengertian Weda
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.
Pembagian dan Isi Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).
Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:
SRUTI
Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:
Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.
Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
Sama Weda Samhita.
Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
Yajur Weda Samhita.
Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
Atharwa Weda Samhita
Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.
Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.
Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.
SMERTI
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1). Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.

(2). Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.

(3). Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.

(4). Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.

(5). Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.

(6). Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.

Kelompok Upaweda:
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
(1). Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.

Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.

(2). Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

(3) Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.

(4) Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.

Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

(5) Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.
Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)
Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

LEBIH LENGKAPNYA DAPAT MENGKLIK LINK DIBAWAH INI,...?

 1. GAYATRI MANTRA
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=430&Itemid=92

2.  MANTRAM TRISANDYA
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=421&Itemid=92

Senin, 23 Juni 2014

Krishna
 
Krishna adalah India yang paling dikenal super-hero di seluruh dunia. Krishna pahlawan super adalah anak takdir itu. Dia muncul pada saat bumi tersiksa oleh kekuatan jahat dan setan setan. Perdamaian dan ketenangan dari rakyat biasa dimasukkan ke tes, ketika Krishna tampil sebagai penyelamat mereka. Dia datang, ia melihat dan ia menaklukkan hati seluruh umat manusia dengan cintanya semua mencakup dan keberanian yang tak tertandingi. Sebuah menyenangkan mencintai anak yang tidak bersalah yang digunakan semua pesona untuk bermain pranks terhadap siapa pun dan semua orang. Baginya mencuri mentega dari curiga Gopis adalah bermain sebanyak anak sebagai finishing off kroni mengancam Kamsa. Sayang The, orang iseng, penyelamat - Krishna datang di sebagai anak ajaib dengan seruling irama di satu tangan dan kekuasaan tertinggi untuk menghancurkan kejahatan di sisi lain berpakaian berbaju zirah prajurit, ia adalah daya tarik abadi, favorit anak-anak dan orang dewasa seperti di luar batas dan jenis kelamin.


Balram

Balram adalah kakak dari Krishna, sangat bertanggung jawab dan protektif terhadap kesejahteraan adiknya dan seluruh kelompok mereka. Dia adalah alter ego Krishna. Kuat dan kuat sendiri, yang dikenal lebih baik sebagai pegulat yang paling dielu-elukan di seluruh Vrindavan, ia membiarkan Krishna untuk menikmati hak istimewa dan kredit untuk tindakan heroik. Dia adalah mitra aktif dalam semua kebodohan tom bahwa Krishna dan rekan-rekannya terlibat dalam Vrindavan. Meskipun ia bukan pemimpin jelas tapi kehadirannya ada di sana untuk melindungi setiap kali diperlukan. Dia sensitif tidak hanya untuk pikiran dan perasaannya, tapi satu-satunya sekitar yang menyadari tentang apa Krishna benar-benar mampu melakukan, kehebatannya dan kemampuannya. Keyakinannya di Krishna dan kimia menakjubkan antara dua bersaudara membuat hubungan mereka legenda.

Madhumangal

Sebuah komik lega mutlak, dia adalah salah satu teman terdekat Krishna dengan nafsu makan yang rakus. Madhumangal yang terbaik ditandai dengan keinginan memuaskan nya untuk mentega dan sikap malas nya dicontohkan dalam fisik besar dan perut. Dia hampir tidak terlihat mengambil inisiatif apapun, ketika datang untuk mengambil tindakan apapun, tapi selalu yang terdepan dalam makan mentega dicuri. Dasarnya oportunis tapi cinta tanpa syarat nya untuk Krishna endears dia untuk penonton.

Subala

Dia adalah penjaga hati nurani rombongan Krishna yang akan selalu memperingatkan sebelum kelompok usaha keluar pada salah satu petualangan nya. Yang termuda dalam kelompok, ia lemah lembut dan hampir tidak kuat tentang keyakinan dan cepat untuk mengirimkan sebelum keputusan kelompok. Dia memiliki gaya yang unik mengulangi dua kata terakhir dari setiap kalimat yang diucapkan oleh anggota lain dari kelompok yang melambangkan cara dia akhirnya bertindak mengikuti apa-sisa kelompok telah memutuskan.

Radha

Dia adalah ratu dari kelompok girlie dan kontes utama untuk Krishna dan teman-temannya. Ia sering menantang Krishna sebagai apa-apa kecuali iseng meniadakan gambar superhero nya. Dia juga hambatan terbesar untuk Krishna dan teman-temannya dari mencuri susu dan mentega. Di luar dia cookie sulit, tapi di dalam dia berada di antara teman-teman terdekat dan simpatisan baik dari Krishna. Dia sendiri dikenal sebagai inkarnasi manusia dari kekuatan ilahi.

Vishakha

Dia adalah salah satu teman terdekat Radha dan pengikut yang terpercaya. Dia didampingi Radha hampir di mana-mana dan ada di antara teman bermain favoritnya. Dia juga merupakan pendukung setia Radha ketika datang untuk menghentikan Krishna dan teman-temannya dari mencuri susu dan mentega atau mendukung persaingan bermain mereka.

Lalita

Dia juga antara teman-teman favorit Radha dan salah satu geng jelas mereka tiga gadis. Dia juga mencintai Radha dan selalu membawanya sebagai pemimpin mereka dan didukung dalam setiap cara yang mungkin, apakah yang menggoda Krishna atau menghentikan dia dan teman-temannya dari mencuri.

Hamsi

Dia adalah betis menyenangkan dan cukup banyak bagian dari geng Krishna sebagai salah satu favoritnya. Kenakalan playful-nya sering diminta untuk memarahi dari Krishna tetapi dengan lompatan dalam langkah dia akan mengikuti geng mana-mana tidak mau ketinggalan dari petualangan mereka.

Dadiloba

Cerita-cerita tidak pernah bisa mengatakan dalam rasa sejati mereka tanpa Dadiloba - monyet nakal dan salah satu pengikut terdekat dari Krishna. Mereka berdua tampaknya tidak dapat dipisahkan dan setiap kali Dadiloba tampaknya dia menciptakan kerusuhan menyenangkan di sekelilingnya. Terpercaya dan proaktif, ia berada di antara para kandidat dalam kelompok ketika datang untuk mencuri mentega dan susu dan karenanya tenang sering kita menemukan dia dan Madhumangal bekerja sama untuk pranks.

nanda

Dia adalah ayah dari Krishna dan juga desa-kepala Vrindavan. Krishna adalah candy matanya. Tapi menjadi seorang pemimpin yang bijaksana dan mampu dia sama-sama prihatin dan pelindung tentang rakyatnya. Mereka akan sering diberkati dengan kemurahan hatinya. Satu hal yang membuatnya khawatir adalah keselamatan Krishna dari Raja Kamsa dan baterai nya setan setan. Setiap kali mereka menyerang, sementara Nanda tegang tentang kesejahteraan anaknya tercinta juga sama-sama khawatir tentang rakyatnya yang berada di bahaya konstan terjerumus ke iblis-iblis setan. Dengan setiap penaklukan, cinta ayah tak pernah bisa memahami pahlawan super benar bahwa anaknya benar-benar.

Yashoda

Sebagai ibu klasik dari Krishna, dia adalah cinta ibu terwujud. Dia tidak pernah bisa melihat kesalahan apapun dalam anaknya tercinta dan selalu ada untuk memanjakan dia. Tidak ada jumlah keluhan dari Krishna dari wanita-wanita tetangga yang telah mengalami pranks Krishna akan pernah mengubah cinta kasih padanya untuk Krishna. Baginya seluruh dunia adalah sekitar Krishna saja. Setan-setan dan ancaman keselamatan Krishna akan Madden dia dengan kesedihan dan keprihatinan. Bahkan setelah menyelesaikan semua heroik bertindak Krishna akan kembali ke ibunya sebagai anak yang tidak bersalah dan Yashoda akan memeluk dan mencintainya hanya sebagai anak kecil yang manis.

Kamsa

Jahat raja sombong Kamsa, antagonis utama, adalah paman ibu untuk Krishna dalam hubungan. Takdir itu bahwa Krishna akan muncul sebagai malaikat maut baginya. Takut untuk menghadapi musim gugur sendiri, takut Kamsa untuk kematian mengubahnya menjadi penguasa kejam kejam. Untuk mengamankan hidupnya sendiri menjadi penting baginya untuk menghilangkan Krishna. Dengan motif berbahaya ini ia tanpa henti terus mengirim kroni setan itu, setan-setan mematikan satu demi satu dengan motif tunggal kematian Krishna. Masing-masing dari rencananya menyerah pada kegagalan sebagai Krishna membunuh semua setan mengakibatkan baut panik dan frustrasi Kamsa yang tak berdaya bisa merasakan pendekatan malaikat kematiannya.

Putna

Putna, nyonya kegelapan, iblis perempuan dengan kekuatan untuk terbang adalah seorang ahli dalam merebut jiwa-jiwa di menyiksa cara menyiksa. Dia dikirim oleh Kamsa untuk membunuh Krishna yang tidak lebih dari balita pada waktu itu. Sebagai seorang ahli dalam penyamaran yang sangat dibutuhkan karena ia adalah seorang wanita setan jelek, dia mengambil penyamaran keindahan surgawi dan menawarkan jasa untuk Krishna ibu Yashoda untuk menyusui kecil Krishna dengan payudaranya beracun. Setelah meremehkan kekuatan Krishna, motif keji dia bertemu akhir mengerikan seperti Krishna sementara makan mengisap kehidupan keluar dari dirinya.

Trinavrata

Trinavrata setan tornado adalah salah satu sekutu Kamsa. Kekuatan belum pernah terjadi sebelumnya untuk menciptakan angin puyuh untuk pemusnah massal membuatnya salah satu kekuatan jahat yang paling menakutkan. Dikirim untuk menghancurkan Krishna, ia menciptakan situasi yang menakutkan dengan mencabut dan menghancurkan segala sesuatu yang datang di jalan-Nya. Penuh kebanggaan, Trinavrata memutar awan gelap setan teror dan mencengkeram Krishna dalam cengkeramannya. Tapi Krishna merobek tornado menerjang dia ke kematiannya.

Vatsasura

Vatsasura, iblis betis adalah salah satu favorit Kamsa untuk sifat jahat dan kekuatan brutal. Dia gembira menerima misi untuk mengeksekusi Krishna. Vatsasura mengambil penyamaran betis setan untuk mengelabui Krishna menjadi duel. Dengan kemampuan untuk manuver bentuk dan ukuran sendiri, ia tumbuh menjadi anak sapi besar yang menakutkan dan menyerang Krishna. Sementara ia bisa menakut-nakuti sisa teman Krishna, Krishna berdiri tegak. Vatsasura dengan segenap kekuatan akhirnya menyadari bahwa ia tidak cocok untuk Krishna dan akhirnya menemui ajalnya.

Bakasura


Bakasura adalah Crane Iblis yang diprovokasi oleh Kamsa untuk membunuh Krishna dengan imbalan kehidupan mewah setelahnya. Paruhnya yang tajam lapis baja, bakat mematikan dan tembakan kekuasaan meludah api telah membuatnya mendapatkan reputasi sebuah rakasa gila-gilaan kuat. Bahkan kekuatan surgawi tampaknya tidak cocok untuk dia. Blind dalam keserakahan, terlalu percaya kekuatan sendiri dia menantang Krishna dan setelah pertarungan mematikan berhasil menelannya. Tapi dia telah merusak kemampuan Krishna. Krishna berhasil jalan keluar dan setelah pertarungan lain pertarungan mematikan dia tegas mengulurkan paruh mematikan Bakasura dan hancur itu.

Aghasura

Aghasura raksasa mematikan ular setan memiliki kekuatan untuk meluncur di langit dan mengubah bentuknya. Dipanggil oleh tuannya Kamsa ia menyerahkan diri ke sebuah gua hantu untuk memikat Krishna dan teman-temannya dalam dengan tujuan menelan mereka. Ia berhasil mengelabui teman Krishna dalam dan terjebak dalam perut beracun nya. Merasakan bahaya, Krishna datang untuk menyelamatkan mereka sebagai Aghasura tersedot Krishna dalam juga. Tapi baru saja ia hendak menghancurkan Krishna dalam dirinya, Krishna merobek perut terbuka Aghasura itu menjadi potongan-potongan dan membawa mengakhiri ular setan besar.

Brahma

Keempat dewa berkepala Brahma dianugerahkan dengan tanggung jawab menjaga account dari semua peristiwa yang terjadi di bumi. Tapi sedikit yang ia tahu tentang kekuatan-kekuatan besar yang dimiliki Krishna. Dalam semangat ia mengira supremasi Krishna sebagai trik pesulap dan menantang Krishna dengan menculik teman-temannya. Tidak akan dikecewakan, Krishna kembali tertipu Brahma dengan mengalikan dirinya dalam bentuk teman-temannya sampai Brahma menyadari besarnya kekuatan Krishna dan membungkuk di depannya mencari belas kasihan.

Dhenukasura
Dhenukasura adalah wali dari Kamsa yang berharga kebun anggur dan teror bagi penyalahguna apapun. Dengan bray memekakkan telinga dan injak tidak ada belas kasihan bagi siapa pun. Dia bahkan telah dikerdilkan raja para Dewa Indra. Dengan kekuatan yang tak tertandingi, ia mengguncang dan membagi bumi menjadi dua hampir tentang melemparkan Indra di dalam celah yang mendalam. Dia memerintah tertinggi sampai Krishna dan Balaram menantang kekuatannya. Mengancam untuk menghancurkan anak-anak, ia terlibat dalam perkelahian kekerasan di darat dan di langit. Bumi gemetar saat akhirnya mendapat Dhenukasura membunuh di tangan Balaram sementara Krishna mengalahkan sisa geng jahat kroni keledai setan.





Kaliya


Kaliya raja ular berkepala lima dibutakan oleh kebencian dan amarah sebagai racun beracun itu telah benar-benar dibayangi indranya. Dia merupakan ancaman mematikan bagi tanah air damai sebagai prajurit elang perkasa Gaduda harus menantangnya. Dikalahkan, Kaliya harus meninggalkan istri dengan lima nya ular hanya untuk menemukan batalkan barunya teror di Vrindavan, tanah air Krishna. Racun takut nya mulai meracuni sungai sebagai rakyat jelata terbang ke tempat yang aman. Krishna menantang motif setan dan apa yang diikuti adalah pertarungan bawah air titanic antara mereka. Akhirnya Krishna melompat di kepala Kalia dan memaksa semua racun keluar dari dia stripping Kaliya semua kekuasaannya.

Pralambasura

 
Pralambasura setan raksasa memiliki reputasi memiliki kekuatan brutal. Mengikuti perintah Kamsa, ia memberanikan diri untuk menemukan terik Api Iblis dengan motif bekerja sama untuk membunuh Krishna. Pertemuan dua sahabat lama menghasilkan bertengkar tiruan untuk menguji kekuatan masing-masing. Tidak dapat menemukan Krishna, Pralambasura menyesatkan Balram ke hutan dan mencoba untuk menghancurkan dia sampai mati dengan kekuatan setan nya. Tapi dengan satu pukulan tunggal, Pralambasura tewas di tangan Balaram.

api Setan
Api Setan adalah teman Pralambasura dan bersama-sama mereka memiliki perintah untuk membunuh Krishna. Api iblis memiliki kekuatan unik morphing bentuknya menjadi benda terbakar sederhana dan muncul bila diperlukan sebagai rakasa, mampu mengubah segala sesuatu menjadi abu saat naik kereta apinya. Dalam rangka untuk memikat Krishna dalam perangkap yang berapi-api, ia membakar hutan Munjavana menjebak teman Krishna dan ternak mereka. Krishna datang untuk menyelamatkan mereka dan memadamkan kekuatan Api Demon oleh mengisap setan dan semua api dalam dirinya.

indera
Indra adalah manusia setengah dewa arogan dan berubah-ubah dari hujan dan guntur. Murka-Nya jatuh pada Vrindavan - Krishn'a membatalkan ketika penduduk desa memutuskan untuk menyembah Govardhan bukit bukan dia sesuai Krishn'a saran. Marah dengan kemarahan dan penghinaan, Indra berjanji untuk mengajar orang-orang dari Vrindavan pelajaran dan mewujudkan supremasi nya. Dia membawa pada hujan tanpa henti dan guntur dihasilkan menjadi banjir dan bencana. Krishna memberikan perlindungan kepada rakyat jelata dengan mengangkat raksasa Govardhan bukit di jari kecilnya. Indra menunggangi gajah peliharaannya - yang Airavat raksasa bersama dengan kroni-kroninya mencoba setiap trik untuk menghancurkan bukit. Semua kekuatan gemuruh mereka pergi sia-sia karena akhirnya ia harus merasakan kekalahan dan penghinaan di tangan Krishna.

Aristasura


Aristasura setan banteng parah menyerang Vrindavan yakin menaklukkan Krishna untuk memenuhi keinginannya menguasai Kamsa. Penampilan setan dan amarah liar takut dari orang-orang umum Vrindavan. Dengan kasar dan raksasa tanduk kekerasan ia menghancurkan bendungan dan membanjiri segala sesuatu di sekitar. Tapi Krishna membawanya dengan tanduknya dan melemparkan dia atas. Bumi bergetar saat mereka bertempur sampai Krishna mengayunkannya keras di udara dan hancur tanduknya untuk mengakhiri setan banteng.

Keshi

Keshi setan kuda gila marah sebagai Krishna membunuh semua setan kroni-kroninya. Dia mendekati Kamsa meyakinkan dia kekuatan mengerikan sendiri mencari perintah untuk menghadapi Krishna dalam pertempuran a. Dengan balas dendam dalam pikirannya dan penuh kebanggaan bagi kekuatannya sendiri, dalam mengejar ia menciptakan kekacauan. Bumi gemetar di bawah kuku sebagai Krishna cocok kekuasaan dan pertempuran yang mengerikan diikuti. Sangat memukul dan babak belur oleh Krishna, Keshi akhirnya menemui ajalnya.

Vyomasura
Vyomasura setan kelelawar adalah kekuatan jahat gelap setan lapar untuk kehancuran. Dia dikirim oleh Kamsa untuk menciptakan bencana dan membunuh Krishna. Dalam mengejar, Vyomasura telah menyebar tabir teror antara orang-orang. Setelah menemukan Krishna, Vyomasura diculik teman-temannya yang menyamar sehingga menjebak Krishna dalam situasi genting. Merasakan kesempatan, ia mengambil bentuk aslinya sebagai Vyomasura dan menerkam Krishna dengan sepenuh hati. Sebuah pertempuran sengit kemudian Krishna jatuh dia turun dengan ledakan, membunuh setan setan.

468 iklan